Selasa, 29 November 2011

Ciri Kota Islam Cordoba

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Cordoba adalah salah satu kota di Andalusia yang terletak di belahan barat Spanyol. Kota ini memanjang di tepi kanan sungai Lembah Besar. Cordoba merupakan kota tua Iberia dengan nama Iberi Baht, kemudian orang Arab menyebutnya Qurthubah atau Cordoba. Cordoba pernah dikuasai oleh penguasa Romawi, Lothair, lalu dijadikan ibukota Spanyol pada tahun 169 SM. Sejak itu, Kordoba menjadi salah satu wilayah kekuasaan Imperium Romawi.
Islam masuk ke kota Cordoba pada tahun 93 H atau 711 M. dibawa oleh Thariq bin Ziad yang datang memimpin pasukan Islam untuk menaklukkan Andalusia. Ketika itu panglima Islam Tariq bin Ziad atas perintah gubernur Afrika Utara, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705-715) dari Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Spanyol dari Goth Barat, Kekaisaran Visigoth. Dengan dikuasainya Spanyol, 700 tentara kavaleri Islam yang dipimpin panglima perang Mugith Ar- Rumi, seorang bekas budak, dengan mudah menguasai Cordoba. Kordoba diduduki oleh penguasa-penguasa Andalusia selama hampir tiga abad hingga runtuhnya kekhalifahan di Andalusia. Cordoba sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan, Kesenian dan Kesusasteraan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah masuknya Islam di Cordoba?
2.      Bagaimana ciri-ciri kota Islam di Timur Tengah ?
3.      Bagaimana Tata Letak Kota Islam di Cordoba?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Cordoba.
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri kota Islam di Timur Tengah.
3.      Untuk mengetahui Tata Letak Kota Islam di Cordoba

 
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Sejarah Masuknya Islam di Cordoba
Kota Cordoba, yang awalnya bernama Iberi Baht,  dibangun pada masa pemerintahan Romawi berkuasa di Guadalquivir. Lima abad kemudian, kota ini  berada dalam kekuasaan Bizantium di bawah komando Raja Goth Barat. Sejarah Cordoba memasuki babak baru saat Islam datang ke wilayah itu pada 711 M atau 93 H. Ketika itu panglima Islam Tariq bin Ziad atas perintah gubernur Afrika Utara, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705-715) dari Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Spanyol dari Goth Barat, Kekaisaran Visigoth. Dengan dikuasainya Spanyol, 700 tentara kavaleri Islam yang dipimpin panglima perang Mugith Ar- Rumi, seorang bekas budak, dengan mudah menguasai Cordoba.[1]
Penaklukan Cordoba dilakukan pada malam hari. Mugith Ar- Rumi dengan pasukan berkudanya berhasil mendobrak tembok Cordoba. Selain menguasai Cordoba, pasukan tentara Islam juga menaklukan wilayah-wilayah lain di Spanyol seperti, Toledo, Seville, Malaga serta Elvira. Selama pemerintahan Umayyah berpusat di Damaskus, Toledolah yang dijadikan ibu kota Spanyol. Cordoba baru menjadi ibukota Spanyol ketika dinasti tersebut  ditumbangkan oleh Dinasti Abbasiyah tahun 750 M.
Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I sebagai penerus Dinasti Ummayah pindah ke Spanyol, yang waktu itu Islam sudah eksis. Ia menjadikan kota Cordoba sebagai ibukota pemerintahan dinastinya di benua Eropa. Dalam membangun kota ini ia mengundang dan mendatangkan ahli fikih, alim ulama, ahli filasafat, dan ahli syair untuk bertandang dan mengembangkan ilmunya di Cordoba. Akhirnya kota ini menjadi pusat perkembangan ilmu, pengetahuan, kesenian dan kesusasteraan di seantero benua Eropa.[2]
Puncak kejayaan dan masa keemasan Cordoba mulai berlangsung pada era pemerintahan Khalifah Abdul Rahman An-Nasir dan pada zaman pemerintahan anaknya Al-Hakam. Ketika itu, Cordoba telah mencapai kejayaannya hingga pada taraf kekayaan dan kemewahan yang belum pernah tercapai sebelumnya. Pembangunan pada masa ini tumbuh pesat. Bangunan-bangunan berarsitektur megah bermunculan. Ketika malam tiba, jalan-jalan di kota hingga keluar kota diterangi lampu hias yang cantik dan anggun. Kota Cordoba pun terbebas dari sampah. Taman-taman nan indah menjadi daya tarik bagi para pendatang yang singgah di kota itu. Mereka bersantai di taman yang dipenuhi bunga dan tata landskap. Tak heran, bila pada era itu Cordoba mempu mensejajarkan diri dengan Baghdad sebagai ibu kota pemerintahan Abbasiyah. Tak cuma itu, Cordoba juga setaraf dengan Konstantinopel, ibu kota kerajaan Bizantium serta Kaherah, ibukota kerajaan Fatimiah.
Saat Cordoba berada dalam puncak kejayaannya (abad ke 9 dan 10 M) terdapat lebih dari 200 000 rumah di dalam kotanya. Jumlah masjid sebanyak 600 buah, 900 public baths, 50 rumah sakit dan sejumlah pasar besar yang menjadi pusat perdagangan dan sentra perekonomian. Pada saat itu, Cordoba telah mampu menempatkan duta besarnya hingga ke negara yang amat jauh seperti India dan Cina. Kota bersejarah yang bertengger di sepanjang tebing sungai Guadalquivir ini tidak ada tandingannya di Eropa dalam hal kemajuan peradabannya.


2.      Ciri-ciri Kota Islam di Timur Tengah
Kota adalah tempat Negara (daulah) menikmati ketika mencapai tujuan barunya gaya kehidupan lux dan kenyamanan. Maka dari itu, penduduknya lebih memilih kehidupan damai dan nyaman maupun membangun berbagai bangunan kehidupan damai dan nyaman, maupun membangun berbagai bangunan hunian untuk ditinggali. Adapun fakta yang menyatakan bahwa kota ialah dibangun untuk berfungsi sebagai tempat untuk pemukiman dan perlindungan,  segala hal yang membahayakan yang berasal dari baik sesame manusia maupun lungkungan alamiah yang sementara ataupun dalam waktu yang lama sepatutnya dapat dihalau jauh-jauh dari mereka (yang menghuni didalamnya) dengan cara sebisa mungkin  efektif.
Menurut Ibnu Khaldun kota berfungsi sebagai penjaga (al-himaya) yang mencegah berbagai hal yang mendatangkan bahaya sebagai pertahanan diri yang menghalau setiap serangan dan disitulah ia mendapatkan segala kebutuhan dan komoditinya. Hanya disanalah penduduknya mendapatkan perlindungan didalam tembok pertahanan yang mengelilinginya. Maka dari itu ia sudah seharusnya di posisikan pada lokasi yang tidak dapat dijangkau (inacceessable) oleh musuh, bagi serangan tiba-tiba , diatas bukit terjal atau diatas bagian (pulau) yang dikelilingi air, disungai ataupun parit pertahanan, yang hanya bias dilalui dengan bantuan alat penyebrangan sehingga sulit untuk dapat dijangkau dan disana penduduknya sepenuhnya merasa aman dan terlindungi.[3]
Berikut ini merupakan ciri-ciri kota Islam di Timur Tengah menurut V.F Costello dalam Urbanization in the Middle East (1997).
a.       Kota berbentuk  benteng pertahanan sebagai lokasi bagi kekuasaan militer, tembok benteng pertahanannya diatas posisi yang dijadikan sebagai pertahanan alamiah (semisal  kota Khorramanad, Iran masih bertahan utuh).
b.      Terdapatnya komplek istana kerajaan komplek hunian raja di istana mungkin sekali di tempat yang terpisah semisal kota kairo yang dulunya adalah di Kairo lama (fustat), atau semacam enclave yang didalamnya terdapat kumpulan masyarakat urban, sebgaiamana di istana Tokapi, Istanbul. Istana musim panas terkadang terletak di luar perbentangan, semisal di Fin dekat Khashan.
c.       Masjid pusat (jami’) dan bazaar. Fungsi utama masjid adalah tempat untuk berdoa, tempat lembaga pengadilan dan pusat pendidikan dan intelektual, tetapi ia juga menjadi fasilitas di bagian lain kompleks masjid untuk administrasi dan lembaga-lembaga pendidikan, disamping adanya fasilitas public semisal tempat pemandian.
d.      Komplek komersial juga ditemukan diseluruh kota, tetapi dari sehi ukuran luas dan kuantitas ketersediaan komoditi maupun jasa ukuran dan fungsi kota itu sendiri, Bazaar atau suq adalah pasar yang diberi perlindungan dari berbagai element. Didalam bazaar terdapat komplek untuk pertokoan, tempat-tempat monument, dan sentra komersal yang lebih besar adalah khan dan caravanserai yang didesain untuk berkumpulnya para pedagang dan pergudangan yang menyimpan komoditi.
e.       Terakhir adalah cirri khas yang menjadi pertanda umum kota-kota Islam di Timur Tengah adalah tipe rumahnya. Di tanah Arab dan Persia yang menjadi basis unit runah kediaman adalah perumahan yang dibangun dengan bahan tertentu yang mengelilingi lokasi istana yang berada pada pusatnya, acapkali dengan persediaan kolam. Ia justru menghadap kedalam menghindari riuhnya kehidupan khalayak yang ramai. Bentuk rumahnya adalah hasil dari tantangan lingkungan kehidupan keluarga dan ideology Islam.

3.      Tata Letak Kota Cordoba di Andalusi
Andalusia, yang saat ini namanya masih dipertahankan sebagai salah satu provinsi di Spanyol, menyisakan banyak sekali jejak-jejak kejayaan Islam masa lalu di daratan Eropa. Beberapa diantaranya adalah Cordoba (terdapat The Great Mosque of Cordoba dan Medina Azzahara), Granada (tempat dimana Istana Alhambra juga dibangun disana), Malaga dan Toledo. Berikut sekilas mengenai Cordoba, Medina Azzahara dan Toledo. Pada saat pemerintahan Khilafah Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibukota Spanyol di bawah pemerintahan khalifah Islam dan dikenal tidak ada tandingannya di Eropa dalam hal kemajuan peradabannya. Cordoba pada saat itu juga dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan, di mana volume kunjungan ke perpustakaannya mencapai 400.000 kunjungan sedangkan perpustakaan-perpustakaan besar di Eropa, volume pengunjungnya jarang mencapai angka seribu.[4]
Cordoba adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibukota Spayol islam itu. Pohon-pohon dan kembang nan indah di impor dari Timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin memperindah pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan dipuncaknya terpancang Istana Damsik.

a.      Keadaan Kota Cordoba
Julukan permata dunia dinisbatkan pada Cordoba. Bukan tanpa dasar sebutan itu muncul. Sebab, Cordoba yang berada di wilayah Andalusia (Spanyol) itu sarat keindahan dan kemegahan. Umat Islam memainkan peran penting dalam membangun Cordoba yang mengundang decak kagum itu.
Menurut Ehsan Masood, sebelumnya, keadaan Cordoba tak seelok itu. Kota yang penting, namun tak diurus dengan baik. Abd al-Rahman mengubah kota itu secara drastis. Cordoba tak hanya menjelma sebagai pusat ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, tapi juga kota metropolitan yang indah serta tertata rapi. Penataan Cordoba menandai pula puncak kejayaan pemerintahan Abd al-Rahman di dunia Barat. Kehebatan Cordoba menjadi simbol penting. Dalam History of the Arabs, Philip K Hitti tak ragu menyejajarkan Cordoba dengan dua kota masyhur lainnya di abad pertengahan, yaitu Baghdad, ibu kota pemerintahan Dinasti Abbasiyah dan Konstantinopel. Umat Islam, jelas dia, membangun Cordoba dengan kemampuan terbaiknya.[1]
Terdapat bangunan-bangunan berarsitektur indah, menara-menara tinggi, tembok besar, jalan-jalan yang lebar, kanal kota, juga pusat pendidikan dan ekonomi. Cordoba segera memperoleh popularitas internasional serta membangkitkan pesona dan kekaguman bagi para pengunjungnya. Philip K Hitti mencatat, pada puncak kejayaannya, Cordoba memiliki sekitar 130 ribu unit rumah tinggal, 73 perpustakaan besar, toko buku, masjid, istana, serta 21 kota satelit. Demikian pula bermil-mil jalan mulus yang memudahkan akses transportasi bagi warga dan para pedagang.
Sementara itu, dari catatan Thomas F Glick, pada masa Abd al-Rahman I memegang kekuasaan, populasi di Cordoba sudah mencapai 25 ribu jiwa. Jumlah itu terus bertambah hingga menjadi 100 ribu jiwa pada abad kesepuluh,[2] Pertumbuhan kota tak terelakkan, terutama terkait penyediaan lahan perumahan serta perekonomian. Cordoba adalah magnet bagi penduduk dari berbagai wilayah dan negara. Karenanya perlu diatur sedemikian rupa. Seluruh pembangunan diarahkan ke area-area tertentu sesuai fungsinya.
Begitu pula mulai muncul kota-kota satelit baru guna menunjang kehidupan di kota utama. Glick menyebutkan, struktur dan tata kota dikembangkan mengikuti sistem peninggalan bangsa Romawi. Cordoba sendiri dirancang sebagai kota terpadu. Di dalamnya mencakup fasilitas pemerintahan, perdagangan, maupun permukiman. Untuk itu, sistem jalan yang representatif dan terintegrasi sangat dibutuhkan. Seperti ciri kota Romawi lainnya, Cordoba dibangun bak benteng dengan pintu gerbang utama di empat penjuru mata angin. Muslim mengembangkan rintisan tata kota peradaban Romawi ini.
b.      Bagian-bagian kota Cordoba
Glick menguraikan, keseluruhan area kota terbagi menjadi pusat kota, pinggir kota, dan luar kota. Di jantung kota terkonsentrasi kantor-kantor pemerintahan. Masjid Cordoba didirikan pada lokasi yang sama agar memudahkan masyarakat mencapainya. Di pusat kota pula Abd al-Rahman membangun istananya nan megah. Demi menambah kenyamanan, kota dihiasi taman-taman, pelataran yang luas, juga air mancur. Lapangan rumput terdapat di beberapa bagian kota. Jalanan yang lebar memudahkan warga untuk beraktivitas. Kegiatan warga berpusat di sentra-sentra perdagangan. Pasar biasanya berada tak jauh dari pusat kota atau dekat dengan masjid.[3]
Di area tertentu berdiri pasar yang menjajakan barang dagangan. Misalnya, pasar perhiasan, kerajinan, atau toko buku. Perniagaan dan kegiatan sosial juga bisa berlangsung di ruas jalan tertentu atau pelataran. Jalan utama yang disebut dengan zuqaq al-kabir terhubung dengan pintu gerbang Lokasi itu menjadi area publik yang paling ramai. Karena itu, pemerintah menetapkan larangan agar di sana tak dibangun perumahan. Adapun kawasan permukiman terletak di wilayah pinggir kota. Tidak seperti di pusat kota, jalanan di wilayah permukiman dirancang tidak terlalu lebar. Hanya sekitar tiga meter. Jalan dibuat berkelok-kelok mengikuti kontur alam yang ada. Ini bertujuan agar sistem drainase dapat berfungsi baik sewaktu hujan turun. Tata letak permukiman menggunakan sistem blok. Menurut Glick, satu blok terdiri dari delapan atau sepuluh bangunan rumah. Pengaturan ini sangat penting untuk melahirkan kerapian.
Blok semacam itu juga bertujuan layaknya kluster perumahan pada masa modern sekarang, yaitu mengefektifkan pengamanan lingkungan. Beberapa kawasan permukiman, dihuni oleh komunitas non-Muslim, terutama penganut Yahudi dan Nasrani. Mereka melengkapi kawasannya dengan sarana ibadah, pendidikan, dan perdagangan. Dari kalangan Muslim, sejumlah komunitas membentuk kawasan tersendiri misalnya kaum Barber dari Afrika Utara. Kota satelit dibangun demi memperkuat daya dukung kota. Antara lain kota Madina al-Zahra dan Calatrava. Di lokasi itu berdiri banyak sarana, seperti kantor pemerintah dan fasilitas public.
Untuk wilayah luar kota, kawasan ini digunakan sebagai pusat pertanian, pertambangan, dan industri. Kawasan sebelah tenggara, seperti Zaragoza, dikenal beriklim sejuk dan sangat subur. Dari sini berbagai produk pertanian, seperti gandum, buah-buahan, dan zaitun, dihasilkan dan didistribusikan ke sejumlah kota. Sevilla menjadi pusat pengekspor kapas, zaitun, dan minyak, di samping merupakan kota pelabuhan terbesar. Dari wilayah Malaga dan Jaen, di sana ditanam kunyit, daun ara, juga dijadikan sentra kerajinan marmer. Sementara itu, di Toledo serta Almeria banyak ditemui perajin logam dan baja.
Majunya sektor perekonomian membuat kota-kota tadi turut bertumbuh pesat. Glick mengungkapkan, pembangunan kota-kota itu dilakukan serupa dengan konsep yang terdapat di Cordoba. Namun, mereka memiliki kekhususan. Kota Leon adalah pusat militer. Sedangkan, Santiago menjadi rute penting jamaah haji. Kota Jane dan Algave kondang dengan kegiatan kerajinan maupun pertambangan emas dan perak. ed: ferry kisihandi Pada perkembangannya, muhtasib juga mengemban tugas mengawasi ketertiban dan pembangunan kota. Mereka menjaga tata bangunan, termasuk mengatur ketinggian bangunan. Hal inilah yang menjadikan Cordoba dan kota-kota besar di dunia Islam sangat tertata.
Namun, kontribusi terbesar muhtasib adalah dalam menjaga ketertiban di pasar. Apalagi saat itu, salah satu tempat paling sibuk di Cordoba adalah pasar publik. Tak heran jika pengembangan pasar memperoleh perhatian besar. Lokasi pasar biasanya tak jauh dari pusat kota. Bahkan, pasar utama berdekatan dengan masjid besar. Pasar-pasar pendukung pun tersebar di beberapa kawasan atau permukiman warga. Ada beberapa jenis pasar. Pertama, pasar permanen (suq), yang kegiatannya berlangsung setiap hari.  Pasar ini terdiri dari bangunan toko yang ditata sebagai lokasi dagang.
Dilengkapi juga dengan jalan-jalan penghubung untuk mempermudah lalu lintas angkut barang. Terdapat pelataran luas yang mampu mengakomodasi keperluan pengunjung dan pedagang. Jenis pasar kedua adalah pasar yang digelar pada hari-hari tertentu dan berlangsung di beberapa lokasi. Di Distrik Castillan, misalnya, merupakan lokasi pasar Selasa. Pasar Rabu berlangsung di kawasan Arva, Alarba, Larva dan Distrik Valencia of Cuart. Sahagun menjadi tempat untuk pasar yang berlangsung setiap Senin, dan Najera bagi pasar Kamis. Pasar-pasar ini tidak kalah ramai dibanding aktivitas di pasar utama. Berbagai barang dagangan diperjualbelikan, baik yang dihasilkan di wilayah sekitar mapupun dari luar negeri. Pedagang asing banyak berdatangan ke Cordoba seiring perkembangan sejak abad 8 Masehi. Sedangkan, jenis lainnya, tambah Glick, adalah pasar yang menjual barang-barang tertentu, seperti pasar ternak yang ada di Castallan.

Kesimpulan
Dari penjelasan makalah ini maka dapat disimpulakan cirri-ciri fisik kota Islam dapat dilihat dari aspek yang sama dalam Negeri Islam. Seperti masjid jami’ dititik tengah kota sebagai pusat aktivitas religi- spiritual masyarakat kota, adapun aspek denyut nadi kehidupan ekonominya dapat dijumpai di bazaar (suqs), biasanya untuk menghindari serangan (invasi) dari luar kota Islam bercirikan memiliki perbentengan (dengan tembok-tembok pertahanan kokoh di sekelilingnya) yang melindungi rakyatnya dari para penakluk, keberadaan istana yang menjadi sentral administrative kota sudah tentu menjadi persyaratan sebuah kota. Rajamembangun pemukuiman pegawai administrative dan aparat kerajaannya, sehingga pada dasarnya kota Islam adalah pemukiman yang didiami oleh berbagai kluster family-famili yang menjadi anggota masyarakat kota Islam.


Daftar Pustaka
Adiwidjadjanto Koes, Sejarah Kota-Kota Islam, Fakul;tas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya,2009
Mencoal Maria Rosa, Sepotong Surga di Andalusia , Bandung: Mizn Media Utama, 2006
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiya II ,  Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008
http://koran.republika.co.id/koran/36/122768/Tata_Kota_di_Andalusia (09 November 2010 )
http://www.artikel"Islamic and Christian Spain in the Early Middle Ages."



[1] http://koran.republika.co.id/koran/36/122768/Tata_Kota_di_Andalusia (09 November 2010 )

[2] http://www.artikel"Islamic and Christian Spain in the Early Middle Ages."
[3] Maria Rosa Mencoal, Sepotong Surga di Andalusia , (Bandung: Mizn Media Utama, 2006) hal 79



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiya II ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), 88
[2]Ibid.,95
[3] Ibnu Khaldun, Muqadimah, h 273 dalam buku Koes Adiwidjadjanto, Sejarah Kota-Kota Islam, Fakul;tas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya2009,  hal 28


Selasa, 09 Agustus 2011

Perbedaan Ilmu Alam & Ilmu Humaniora

Sejarah adalah ilmu yang menekankan keunikan semua penelitian tidak boleh yang hanya didasarkan pada asumsi umum. Sejarah mempunyai kedudukan unik didalam ilmu humaniora atau ilmu kemanusiaan. Antara ilmu alam dan ilmu humaniora terdapat perbedaan. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara ilmu alam dan ilmu humaniora adalah sebagai berikut :

No

Ilmu Alam

Ilmu Humaniora atau Ilmu Kemanusiaan

1.

Nomothetis

Idiografis

2.

Generalisasi

Keunikan

3.

Deskriptif-Analitis

Deskriptif-Naratif

4.

Eksplanasi

Interpretasi

5.

Kuantitatif

Kualitatif

6.

Objektif

Subjektif

Dalam ilmu alam ada penemuan dan perumusan dalil atau hokum (norma) sehingga dengan alat itu dapat dibuat proyeksi kemasa depan, maka dalam ilmu kemanusiaan tujuan utamanya ialah membuat lukisan atau gambaran kejadian-kejadian dalam keunikan secara rinci. Oleh karena perbedaan tugas itu maka ilmu alam mampu membuat generalisasi. Generalisasi adalah penyimpulan yang khusus pada yang umum. Pemakaiannya sederhana dan harus di batasi supaya tetap empiris. Sedangkan ilmu kemanusiaan justru memperhatikan yang khusus.

Generalisasi dicapai lewat analisis, sedang gambaran yang khusus diperoleh lewat narasi. Yang pertama bersifat kuantitatif sedang yang kedua bersifat kualitatif. Hubungan berbagai gejala di tentukan berdasarkan hubungan kualitas jadi terumuskan sebagai eksplanasi, sedang hubungan kualitatif dirumuskan dengan menggunakan interpretasi(tafsiran). Dari uraian diatas bahwa humaniora mempunyai tendensi kecara subjektif, sedangkan ilmu alam menjelaskan unsure-unsur objektif dari pengkajiannya.

Refrensi :
  • Sartono katodirjo. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metedologi Sejarah Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1993
  • Dr. Kuntowijoyo, Pengantar Sejarah, Yayasan Bentang Budaya,2001

Rabu, 27 Juli 2011

PANDANGAN ORIENTALIS TERHADAP KEPRIBADIAN MUHAMMAD SAW

1. PANDANGAN ORIENTALIS TERHADAP KEPRIBADIAN MUHAMMAD SAW

Muhammad adalah sesosok manusia pilihan bagi ummat islam, karna keberhasilan dia dalam membawa suatu ajaran agama yang benar disisi allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

ان الدين عند الله الاســــــــــــــــــــــلام

Sesungguhnya agama yang benar disisi Allah adalah agama islam

Sedangkan selama berabad-abad islam adalah musuh besar umat Kristen, terlebih dengan muncul sebuah peristiwa yang menyakitkan bagi umat kristiani, sebuah peperangan yang dasyat antara Kristen barat dan Islam timur yang membawa kekalahan bagi ummat Kristen. Dengan adanya peristiwa tersebut kebencian orang-orang Kristen terhdap Islam semakin menjadi. Akan tetapi dendam dan kebencian tersbut dilampiaskan terhadap Nabi Muhammmad dengan menggambarkan kehidupan dan kepribadian Nabi Muhammad yang tidak bermoral dan bejat.[1]

Beberapa dari tokoh orientalis yang menghujat Nabi Muhammad karna kebencian yang mendalam. Seperti Peter, pendeta di Maimuma, yang menganggap bahwa Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi palsu. Yahya ad-Dimasyqi atau dikenal juga sebagai John of Damascus (750 M), juga sependapat dengannya dan menulis dalam karangannya dengan bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen Ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-Kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, dia mengatakan bahwa:

`Muhammad bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan.'

Sedangkan Torrel membangunkan teori khayalan, dengan menganggap adanya timbal balik antara pengalaman keberagamaan Nabi Muhammad Saw dengan pernikahannya dengan Siti Khadijah yang lebih tua. Worrel mengatakan:

`Muhammad telah mengembangkan bakat puisi dan kenabian pada tahun-tahun akhir pernikahannya dengan Khadijah, dan kehilangan kedua bakat ini selama tiga belas tahun dimasa banyak pernikahannya yang lain.'

Selain itu, para orientalis menuding bahwa poligami nabi Muhammad sebagai bukti bahwa libidonya sangat tinggi. Seandainya beliau seorang nabi, niscaya akan disibukkan oleh urusan dan tugas kenabiannya dari pada sibuk dengan wanita.

2. Perkawinan Muhammad dengan Zaynab bt.Jahsh

Banyak versi yang menceritakan tentang kisah perkawinan Muhammad dengan Zaynab bt. Jahsh, diantaranya diungkapkan oleh Tor Andrae dalam bukunya Muhammad The Man And His Faith bahwa pada tahun ke-5 telah terjadi pada diri Muhammad yang barangkali menjadi bahan provokasi bagi barat untuk menilai kepribadian Muhammad.[2]

Tradisi jahiliyah yang pada waktu itu sangat munkar, sebagai contoh soal –bid’atu al tabanna-bid’ah memungut anak- yang biasa mereka lakukan sebelum islam. Tradisi ini dijadikan sebagai aturan(agama) turun temurun dikalangan mereka. Salah seorang diantara mereka memungut anak, yang terang bukan dari darah keturunannya sendiri dan kemudian diangkatnya anak itu dalam hukum yang derajatnya sama dengan anak kandungnya sendiri, dan kemudian diakui dan dijadikan sebagai anak yang sebenarnya. Ia mempunyai kedudukan hukum seperti anak keturunannya sendiri dalam berbagai hal. Padahal Islam tidak menetapkan suatu kebathilan bagi mereka dan tidak pula membiarkannya binasa dalam kesesatan. Oleh karena itu Allah mengilhamkan kepada Muhammad Saw. Agar ia memunggut salah seorang anak. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum beliau diangkat sebagai Nabi. Dan yang beliau pungut adalah Zayd bin Haritsah. Begitulah nabi memunggut Zaid bin Haritsah sebagai anaknya dan semenjak itu mereka memanggilnya dengan sebutan “Zayd bin Muhammad”. Ia kemudian dikawinkan dengan puteri bibinya yang bernama Zaynab bt Jahsh Al Asadiyah dan sudah hidup beberapa lama. [3]

Akan tetapi zainab enggan menikah dengan zayd dikarnakan zayd adalah seorang budak lagi jelek, sedangkan zainab tergolong orang yang mempunyai nasab kebangsawanan. Akhirnya turun ayat

وماكان لمؤمن ولامؤمنة اذا قضىالله ورسوله امراان يكون لهم الخيرة من امرهم . ومن يعصىالله ورسوله فقد ضل ضلا لابعيدا

Dan tidak patut bagi seorang mukmin laki-laki dan perempuan, bila Allah dan RasulNya sudah menetapka satu perkara, bahwa mereka akan menentukan pilihan sendiri bagi urusannya. Barang siapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, sungguh ia adalah sesat sejauh-jauhnya. [4] (Q.S. 33 al-Ahzhab: 36)

Setelah turunnya ayat tersebut kemudian dia menerima dan tunduk, serta mengikuti kehendak Nabi untuk dinikahkan pada Zayd dan menyerahkan seluruh tubuhnya kepada Zayd.akan tetapi jiwanya tidak, sehingga dibalik kehidupan inilah muncul dalam diri Zainab kekecewaan dan kesempitan dalam hidupnya.

Pada suatu hari setelah lama pernikahan yang mereka jalani, Nabi Muhammad berkunjung ke rumah Zayd, tetapi pada saat itu Zayd tidak sedang di rumah. Kemudian Nabi ditemui oleh istrinya yang bernama Zaynab bt. Jahsh di depan pintu. Pada saat itu Zaynab dalam keadaan berbusana tipis yang biasa dipakai oleh orang Arab didalam rumah. Saat itu, Muhammad terpesona dengan kecanikan Zaynab dan berkata: “ segala puji bagi tuhan yang menguasai hati manusia”. Kata-kata Nabi tersebut diulang-ulangi oleh Zaynab dihadapan Zayd. Zaynab sebenarnya sudah lama menginginkan nabi sebagai suaminya, tidak meninginkan Zayd. Disamping berasal dari budak yang dimerdekakan, Zayd memiliki perawakan yang kurang menarik. Mengetahui hal itu, Zayd lalu pergi menemui Muhammad dan menawarkannya untuk menceraikan Zaynab agar nabi dapat menikahinya. Karena beliau khawatir akan mulut orang munafikdan manusia-manusia yang keji,kalau-kalau mereka katakana bahwa Muhammad menikahi isteri anaknya maka Muhammad tidak menerima tawaran itu. Zayd adalah anak angkatnya sendiri. Orang arab pada saat itu yang masih menganut adat bid’ah tabanna menganggap anak angkat itu sama halnya dengan anak kandung sendiri yang berarti menikahi anak angkat dianggap sama dengan menikahi anak kandung sendiri. Bagi orang Arab, ini sesuatu yang ‘aib dan tabu.[5] Akhirnya turunlah wahyu yang dapat menghilangkan keraguan dan kekhawatiran nabi Muhammad Saw, yakni firman Allah surat al-Ahzab ayat 37:

وتخشى الناس والله احق ان تخشاه فلما قضى زيد منها وطرا زوجنكها لكي لايكون على المؤمنين حرج في ازواج ادعيائهم اذاقضوامنهن وطرا وكــــان امراللـــه مفعولا (الاحـــزاب : )

Kau takut pada manusia, padahal Allahlah yang lebih patut kau takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikan), kami kawinkan engkau dengan dia (sesudah habis iddahnya) supaya tidak ada keberatan terhadaporang mu’min untuk mengawini istri-istri anak-anak angkatnya apabila anak-anak angkatnya itu telah menyelesaikan keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Dan ketetapan Allah itu pasti ada.

Kemudian dalam surat yang sama Allah SWT telah mengungkapkan:

ماكان على النبي من حرج فيما فرض اللـــه له سنــة الله في الذين خلوامن قبل وكان امرالله قدرامقدورا (الاحـــزاب : )

Tiada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya bagi Nabi-nabi yang telah berlalu. Dan adalah ketetapan Allah itu merupakan ketetapan yang pasti berlaku.[6] (Q.S. 33 al-Ahzhab: 38)

Juga firmanNya:

ماكان محمد ابااحدمن رجالكم ولكن رسول الله وختم النبين وكان الله بكل شيئ عليما (الاحـــزاب : )

Muhammad itu sekali-sekali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki diantara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dan maka Allah Maha mengetahui sesuatu. (Q.S. 33 al-Ahzhab: 40)

ما جعل الله لرجل ممن قلبين فــــــي جوفه وماجعل ازواجكم الـــئ تظهرون منهن امهتكم وماجعل ادعياءكم ابناءكم ذلكم قولكم بأفواهكم والله يقول الحق وهو يهدى السبيل. ادعوهم لآبآئهم (الاحـــزاب : )

Allah tidak sekali-sekali menjadikan bagi seseorang dua buah hati dan rongga (dadanya), dan Dia tidak menjadikan isteri-isteri kalian yang kalian dhihar sebagai ibu kalian, dan Dia tidak menjadikan anak-anak kalian sebagai anak kandung kalian. Yang demikian itu hanyalah ucapan kalian di mulut kalian saja. Allah menyatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggilah mereka (anak-anak angkat kalian) dengan memakai nama-nama bapak mereka…..

(Q.S. 33 al-Ahzhab: 4-5)

ادعوهم لآبآئهم هو اقسط عند الله فإن لم تعلموا ابآءهم فإخونكم في الدين ومواليكم (الاحـــزاب : )

Panggilah mereka (anak-anak angkat kalian) dengan memakai nama bapak-bapak (kandung) mereka, itulah yang paling adil menurut Allah. Jika kalian tidak mengetahui (nama) bapak mereka sebut saja saudara seagama atau para maula kalian…[7] (Q.S. 33 al-Ahzhab: 4-5)

Akhirnya Nabi Muhammad menikahi Zaynab dan ia bangga karena telah mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia mengatakan bahwa isteri-isterinya yang lain telah dinikahkan oleh keluarga mereka untuk Nabi, sedangkan Allah sendiri yang memberikan diriku untuk dirinya di langit tertinggi. Peristiwa ini rupanya tidak menganggu hubungan Nabi dengan Zayd dan tidak mengurangi kepercayaannya kepada Nabi. Sejak itu nama Zayd lebih dikenal dengan sebutan Zayd b. Haritsah daripada sebutan Zayd b. Muhammad.[8]

Dengan ini jelaslah bahwa perintah Allah kepada Muhammad untuk mengawini zaenab anak pamannya ini adalah untuk membatalkan adat jahiliyah. Kebiasaan mereka apabila mengangkat seorang anak maka anak tersebut mempunyai hubungan hukum yang sama dengan anak kandung, yaitu punya hak untuk mewarisi dan haram bagi bapak angkat untuk mengawini bekas isteri anak angkatnya

3. Kritik dan Analisis Terhadap Perkawinan Muhammad-Zaynab

· Kritik Orientalis Terhadap Perkawinan Muhammad-Zaynab

Perkawinan Muhammad dengan anak bibinya yaitu Zaynab bt. Jahsh oleh kaum orientalis dijadikan bahan guncingan untuk mencela Muhammad. Sebabnya Zaynab yang cantik parasnya,dan juga diceritakan dalam al-Quran al-Karim dengan mempergunakan uslub (metode) yang tidak mereka fahami secara sempurna dan mereka takwilkan dengan keliru.[9]

Yang dimaksudkan disini adalah firman Allah yang berbunyi :

وتخفي في نفسك ماالله مبديه وتخشى الناس والله احق ان تخشه....... (الاحـــزاب : )

Dalam buku “Pandangan Orientalis Barat tentang Islam” yang mengambil dalm bukunya “ Muhammad A Biography Of The Prophet” karya Karen Amstrong memaparkan pandangan beberapa orientalis barat dalam menanggapi kisah perkawinan Nabi dengan Zaynab. Armstronh mengatakan bahwa sejumlah orientalis barat seperti Voltaire dan Pridiaux beranggapan bahwa Muhammad dengan menikahi perempuan bekas isteri anak angkatnya itu menunjukkan betapa sebenernya Muhammad, walaupun sudah punya banyak isteri tetapi masih tidak puas karena tuntutan nafsu besarnya itu, dn karena kelihaiannya dalam memanipulasi ayat-ayat untuk kesengannya sendiri.

Orientalis barat seperti Muir, Dermenghem, Washingtn Irving, Lammens menggambarkan awal perkawinan Muhammad lebih disebabkan oleh tuntutan hawa nafsu belaka. Mereka menggambarkan pertemuan Muhammad dengan Zaynab sedemikian asyik dan menggiurkan. Mereka menggambarkan Zaynab ketika bertemu Nabi dalam keadaan setengah telanjang atau hamper telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang lepas terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang menurut mereka itu semua akan menerjemahkan segala arti cinta birahi. Pendapat lain menyebutkan bahwa ketika itu ia membuka pintu rumah Zayd, angina menghembus menguakkan tabir kamar Zaynab. Ketika itu ia sedang terlentang di tempat tidurnya dengan mengenakan baju tidur, yang menurut para orientalis, pemandangan itu sangat menggetarkan jantung laki-laki yang gila perempuan dengan kecantikannya itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya walaupun sebenarnyaia tidak dapat tahan lama demikian.

Para orientalis menggambarkan kisah-kisah romantis tersebut sebenarnya juga berdasarkan kitab-kitab klasik seperti sejarah Nabi, bahkan dari sejumlah kitab tafsir. Sejumlah mufassirin meriwayatkan bahwa nabi Saw. Masuk ke dalam rumah Zayd, kemudian ia melihat isteri Zayd dalam keadaan berdiri hingga Nabi terpesona oleh kecantikannya, lalu nabi berkata: Maha suci Tuhan yang telah merubah perasaan hati manusia. Dengan redaksi yang hamper semakna Jalal al-Din al-Mahalli dan Jalal al-Din al-Suyuti dalam tafsir al-Jalalyn mengungkapkan bahwa saat itu pandangan Nabi jatuh kearah Zaynab hingga terpesona, kemudian seketika itu Zaynab tidak suka dengan Zayd.

Para orientalis melihat bahwa Nabi Muhammad iu manusia biasa yang bernafsu besar (hyper sex), diburu nafsu syahwat, air liurnya mengalir bila melihat wanita cantik. Tidak cukup tiga orang saja dalam satu rumah, teapi ia kawin lagi dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan kata para orientalis, Nabi pun jatuh cinta pada Zaynab bt. Jahsh yang masih terikat sebagai isteri Zayd b. haritsah, bekas budaknya.[10]

4. Komentar para Orientalis Tentang Pribadi Muhammad SAW

Kepribadian Muhammad pun tak lepas dari komentar para orientalis. Dalam pembahasan ini terdapat beberapa komentar tentang Muhammad dari orientalis, berikut ini komentar tentang pribadi Muhammad SAW.

· Dante Alighieri merupakan tokoh terkemuka pada zaman kebangunan (Renaissance) di Eropa, terutama dalam bidang kesusateraan. Dalam pandangannya terhadap Islam dan pribadi Nabi Muhammad yang telah di kutip Tor Andrea adalah pertama, karena adanya permusuhan dan kebencian yang diwariskan pada perang salib (1096-1274M) yang masih berpengaruh di Eropa. Kedua, manuskrip Arab dalam bidang agama Islam dan sejarah hidup nabi Muhammad tidak pernah disalin kedalam bahasa latin pada masa itu. Ketiga, sikap dan pandangn Dante disebabkan karena kebodohannya terhadap kenyataan sejarah. Keempat, menurut dokumen Vatikan tahun 1927 disebabkan prasangka dan fitnah.

· Jean Francois Arrouet Voltaire merupakan orang yang terpandang sebagai ahli fikir dan pujangga Perancis yang mempertahankan dan membela kebebasan berpikir. Dalam karya Voltaire yaitu Mohamet pada tahun 1742 ia melukiskan pribadi Muhammad karya nya ini bertentangan dengan George Sale yang telah menyalin kitab suci Al Qur’an yang terpandang sebagai standart di Eropa dewasa itu. Pada pengantarnya George membandingkan Muhammad dengan Theuses, seorang pahlawan dan pejuang dalam mitologi grik tua. De Boulainvilliers menulis karyannya yang terkenal, “life of mohammet” ( riwayat hidup Muhammad) denagn tujuan untuk menonjolkan Islam disbanding agama Kristen. Pada karya Voltaire yang belakangan yaitu “ Essy sur le moeurs” ia mengakui kebesaran dan kemampuan Muhammad, bahkan ia menahan diri untuk mengecam secara kasar dan brutal, tetapi ia menegaskaan bahwa tidak ada sesuatu yang baru pada agama Muhammad itu kecuali pernyataan bahwwa Muhammad itu rasul Allah.

· Savary seorang terpelajar barat yang menolak Muhammad sebagai Nabi (prophet), tetapi sebaliknya bersikap mengakuinya sebagai seorang diantara tokoh-tokoh terbesar yang pernah hidup. Ia berpendapat bahwasannya Muhammad memiliki kemampuan dalam bidang politio dan militer dan sanggup memimpin pemerintahan dengan cara mendoktrin. Muhammad mengaku mendapatkan wewenang dari Allah, menuntut supaya setiap orang menerima kedudukannya sebagai Rasull Allah. Semua itu didektekan oleh suatu kemestian rasional.

· Washingthon Irving seorang Advokad pada tahun 1806 dan banyak menumpahkan kegiatan dibidang santera. Dalam pandangannya tentang pribadi Nabi Muhammad, satu sisi Nampak obyektif tetapi pada sisi lain tidak. Irving bertindak obyektif pada riwayat hidup Muhammad tetapi mengenai pribadi Muhammad ia bersikap negative. Ia berpendapat bahwasannya nabi Muhammad menyukai wanita dan harum-haruman. Itu dikatakan sebagai sabda Muhammad, tanpa menyebut sumber bagi keterangan tersebut. Irving sebagai seorang sarjana telah melakukan “fabrikasi” sehingga tidak konsisten sepanjang disiplin ilmu.

· Thomas Carlyle adalah putra dari james carcly pada tahun 1840 di kuliahnya yang kedua yang berjudul Heroes and Hero worship ia menyatakan bahwasannya Muhammad adalah seorang pembohong, inkanasi dari kepalsuan dan agamanya adalah paduan “chalatanism and stupidity” (jual obat dan kebodohan). Tetapi itu semua hanya refleksi diri sendiri. Carlyle berpendapat Muhammad adalah seorang yang jujur, sebagaimana halnya setiap orang besar itu adalah jujur. Muhammad merupakan seorang penyair ataupun seorang nabi, karena kalimat-kalimat yang diucapkannya bukan kalimat manusia biasa. Carlyle pun memberikan pandangan agak positif disebabkan pertama, carcyle sudah kehilangan kepercayaan terhadap agama keristen yang dianutnya sejak kecil. Kedua, ia berkenalan akrab dengan tokoh-tokoh Unitairian pada abad ke 19 sehingga mungkin ia seorang Unitarian, yaakni menganut unitary faith yang merupakan inti ajaran Arianism.

· Hamilthon A.R Gibb tokoh orientalis yang terkenal setelah perang dunia II. Gibb menunjukkan bahwa Muhammad menjadi cacat karena hadith-hadith 7yang diciptakan oleh generasi belakangan hanya untuk mengkultuskan Nabi Muhammad. Tapi akibatnya justru menjadi sasaran empuk dan sangat pahit bagi penulis barat masa lampau. Pernyataan tersebut harus diakui karena telah banyak hadith yang bersifat kultus yang tidak dapat diterima oleh akal. Contohnya: perayaan mauled Nabi sering di dengar hadith yang menyatakan bahwa saat Muhammad lahir maka api pujaan diseluruh kuil kaum majusi ditanah Iran padam, seluruh pohon dan batu sujud sebagai rasa syukur kepada tuhan atas lahirnya Muhammad.[11]

Kesimpulan

Makalah ini dapat disimpulkan bahwa pandangan orientalis terhadap kepribadian Nabi dan cerita perkawinan Zynab bt Jashs dengan Zaid pada mulanya, kemudian dengan Rasullulah SAW. Setelah diceraikan oleh Zaid maka Rasulullah dipilih untuk menjadi contoh dalam membatalkan adopsi versi jahiliyah, agar pengaruhnya lebih kuat sehingga tidak ada pilihan lagi bagi kaum muslimin melainkan harus tunduk dan menerimanya meski bagaimanapun berakarnya adat jahiliyah didalam hati masyarakat Arab pada saat itu sudah bias dijawab dengan cukup tegas. Dengan adanya firman Al Qur’an dengan berisi hokum yang membatalkan pengangkatan anak versi jahiliyah dan memperbolehkan perkawinan bapak angkat dengan bekas isteri anak angkatnya setelah diceraikan. Serta mengharamkan pewarisan antara anak angkat dan bapak angkat, yang demikian itu sudah cukup sebagai perintah Allah yang harus didengar dan ditaati. Sehingga tuduhan kaum orientalis kepada Nabi Muhammad SAW dan karena poligami dan perkawinannya dengan anak bibinya, Zaynab bt Jashs hanya kebohongan yang diada-ada.

Daftar Pustaka

Badri thahir Muhammad, menjawab tuduhan dan kebohongan tentang isteri-isteri Rasulullah

,Jakarta: pustaka panjimas, 1985.

Jamal Muhammad Ahmad, membuka tabir upaya orientalis dalam memalsukan islam Bandung:CV Diponegoro, 1991.

zuhdi,Ahmad. pandangan orientalis barat tentan islam, Surabaya: Karya Pembina Swajaya,

2004.



[1] Ahmad zuhdi, pandangan orientalis barat tentan islam (Surabaya: Karya Pembina Swajaya, 2004), 116.

[2] Zuhdi, pandangan orientalis (Surabaya: Karya Pembina Swajaya, 2004), 117.

[3] Muhammad thahir badri, menjawab tuduhan dan kebohongan tentang isteri-isteri Rasulullah (Jakarta: pustaka panjimas, 1985), 17-19.

[4] Muhammad , menjawab tuduhan dan kebohongan (Jakarta: pustaka panjimas, 1985), 46-47.

[5] Zuhdi, pandangan orientalis (Surabaya: Karya Pembina Swajaya, 2004),

118-119.

[6] Muhammad, menjawab tuduhan dan kebohongan (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), 19.

[7] Ahmad Muhammad Jamal, membuka tabir upaya orientalis dalam memalsukan islam (bandung: CV Diponegoro, 1991 ), 213-215.

[8] Zuhdi, pandangan orientalis (Surabaya: Karya Pembina Swajaya, 2004), 119-120.

[9] Muhammad Jamal, membuka tabir upaya orientalis (bandung: CV Diponegoro, 1991 ), 212.

[10] Zuhdi, pandangan orientalis (Surabaya: Karya Pembina Swajaya, 2004), 120-122

[11] Ibid. 125-137